It’s Not [Just] About the Money

Tuesday, August 21, 2007

Alhamdulillah....akhirnya rencana saya untuk memulai berbisnis di tahun 2007 ini bisa kesampaian juga. Insya Allah ceritanya akan menyusul. Untuk saat ini, saya ingin merenungi kembali apa yang sebenarnya menjadi alasan saya untuk memulai berbisnis, walaupun kecil-kecilan.

Teman-teman boleh membacanya di sini.

http://iniboedi.blogs.friendster.com/kuhanyaseorangpengembara

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB. Seperti halnya peserta yang mayoritas adalah ibu-ibu, semua panitia juga sudah mulai menampakkan kegelisahannya. Kali ini sosok bernama Adang Dorodjatun menjadi sumber penantian.

Acara kali itu bertajuk penyuluhan narkoba. Pembicara utama ialah Wakapolri Adang Dorodjatun, didampingi oleh Kapolsek Pasar Minggu dan alim ulama setempat. Peserta yang hadir kebanyakan ialah ibu-ibu yang berasal dari Kebagusan dan sekitarnya. Penyelenggaranya ialah salah satu ormas pemuda lokal di daerah Pasar Minggu. Lokasi acara yaitu markas salah satu majalah gaya hidup di bilangan Kebagusan.

Well, aku ada di sana saat itu. Detik itu berarti acara telah berlangsung selama 2 jam lamanya. Detik yang sama dengan ketika sebuah celotehan setengah becanda dari seorang rekanku mencoba memecah suasana.

Jika ingin kaya, maka jadilah artis, pengusaha atau penguasa [politikus-red].

Hmm...aku harus akui sosok figur pelontar wacana itu sebenarnya belum mempunyai legitimasi yang cukup untuk berbicara seperti itu. Akan tetapi, jika melihat keuletannya selama ini dalam membangun usahanya, mau tidak mau aku harus acungi jempol. Melihat betapa ia sempat jatuh dalam kubangan utang kala merintis usaha lembaga kursusnya. Juga ketika melihat betapa ia kini sudah mulai bisa mengembangkan aset usahanya yang baru di bidang video profile.

Memang ia belum bisa dikatakan sukses atau kaya. Akan tetapi, paling tidak ia sudah merintis langkah awal menuju kesana. Terus terang, umurku saat ini 23 tahun, yang untuk kebanyakan orang dianggap masih muda. Akan tetapi, rekanku yang satu ini ialah juniorku di SMU yang notabene lebih muda dariku. So, dengan semua pertimbangan itu sepertinya ucapannya tidak bisa diabaikan begitu saja.

Kembali ke celotehannya itu. Well, untuk menjadi artis rasanya aku tidak mempunyai kemampuan, atau lebih tepatnya sebetulnya kemauan. Hmm...penguasa, sebetulnya ungkapan ini lebih bernada satir. Aku tahu sebagai fungsionaris salah satu parpol yang sangat mengutamakan moral, rekanku ini sudah tahu betapa menjadi tokoh politik via parpol itu bukanlah jalan menuju kekayaan materi. Akan tetapi ungkapan itu memang menemui tempat yang nyata jika melihat perilaku kebanyakan elit politik yang ada saat ini.

Lalu pengusaha? Aku tahu itu point yang ingin dia sampaikan. Point yang sebetulnya sudah lama menjadi keinginanku. Sebuah keinginan yang untuk beberapa alasan, masih menemukan jalan penundaan akan realisasinya, bahkan seringkali terlupakan oleh urusan-urusan yang lain. Malam itu sepertinya aku menemui kesempatan lagi untuk mulai memikirkan lagi keinginanku ini.

Memikirkan tentang ini mengingatkanku lagi pada sosok seorang dengan inisial UH, yang telah bersedia meminjamkan kantor majalahnya untuk acara penyuluhan narkoba ini. Tidak cukup dengan itu, ia bahkan menyediakan jamuan khusus makan malam untuk Adang selepas acara. Terlepas dari motivasi yang ada [yang menurut beberapa rekan-rekan lebih ke motivasi politis], aku memikirkan betapa mungkin saat ini dia adalah orang yang paling gelisah menunggu kedatangan Adang.

Sebetulnya dari awal panitia juga sudah menduga betapa dengan jadwal Wakapolri yang sangat padat belakangan ini sangat sulit untuk bisa mendatangkannya dalam acara ini. Yah, memang selepas Adang dilamar oleh salah satu parpol untuk pilkada di Jakarta tahun depan, banyak daerah dan organisasi yang mencoba untuk mendatangkannya ke acara mereka masing-masing. Tapi, yang aku pikirkan saat itu bukan sosok UH ini, akan tetapi kasihan juga melihat ibu-ibu peserta yang harus menunggu hingga larut malam.

Akhirnya, untuk mencoba meramaikan suasana lagi, seorang anggota DPRD yang kebetulan hadir saat itu, Igo Ilham, didaulat untuk berbicara.

Untuk sementara acara masih terus berjalan. Tapi pikiranku saat itu masih mengembara liar. Apakah menjadi kaya adalah tujuanku? Well, aku tidak ingin menjadi munafik dengan menjawab tidak. Akan tetapi, apakah hanya itu tujuan hidupku. Lantas karena itukah aku ingin menjadi pengusaha? Apakah itu adalah sebuah harga mutlak?

Yah, tujuan tadi tidak salah. Hanya saja, aku masih merasa terlalu dangkal. Yang aku tahu selama ini aku mempunyai keinginan yang besar untuk mencoba sesuatu yang baru. Mungkin itu dahulu yang menyebabkan aku memilih konsentrasi Kendali di tahun ketiga kuliahku, untuk kemudian mengambil skripsi tentang Komputer di akhir kuliahku dan akhirnya malah terdampar di dunia telekomunikasi di saat bekerja. Mungkin itu pula yang membuat aku dahulu nyambi mengajar privat ketika masih memegang amanah organisasi, baik di kampus, organisasi alumni SMU dan asisten Lab. Atau malah mungkin itu yang menyebabkan aku keluar dari Siemens tempo hari untuk mencoba peruntunganku di Ericsson. Lalu ketika aku mempunyai keinginan untuk menjadi pengusaha, apakah itu karena aku ingin menjadi kaya atau itu hanyalah untuk memuaskan rasa keingintahuanku akan dunia itu?

Pertanyaan ini agak rumit dijawab. Tapi, orang bijak berkata bahwa hati nurani tak bisa dibohongi. Bisa melakukan sesuatu yang ingin dilakukan yang dengannya kita merasa potensi kita termaksimalkan adalah sebuah kenikmatan. Aku mendengar orang menyebut ini dengan aktualisasi diri. Menjadi kaya jika tidak dibarengi dengan kenyamanan dalam menjalaninya bukanlah sesuatu kenikmatan. Aktualisasi diriku menginginkan agar aku bisa bermanfaat semaksimal mungkin untuk orang-orang di sekitarku. Mungkin pengusaha adalah salah satu fase hidup yang akan aku jalani ke depannya, akan tetapi kalaupun Allah menghendaki yang lain aku akan tetap puas bila aktualisasi diriku akhirnya menemui tempatnya.

Lalu apakah pernyataan tadi salah? Hmm..rasanya pernyataan itu masih cukup relevan. Menjadi kaya mungkin adalah cara untuk bisa bermanfaat bagi orang banyak. Akan tetapi, mungkin kaya saja tidaklah cukup.

So, it is not just about the money...Life is more than that....much more...

Dan riuh ramai suara kendaraan yang menghampiri kemudian membuyarkan lamunanku. Sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Pukul 22.45 WIB Adang Daradjatun menaiki podium. Well, malam tampaknya masih akan panjang….

0 comments:

Showreel Rumah Video

Testimonial tentang Audio Visual



Abu Sangkan – Trainer “Shalat Khusyu”
“Peran media audio visual sangat efektif dalam penyampaian da’wah-da’wah saya.”

Adha Muawiyah – Line Producer “Sinemart”
“ Video Company Profile sangat efektif dan efisien untuk memperkenalkan citra perusahaan kita lebih cepat. Klien maupun investor dapat lebih jelas mengetahui apa yang dia inginkan atau tuju pada perusahaan kita.”

Wuryanano – CEO PT Swastika Prima International, Direktur Lembaga Pendidikan Profesi SWASTIKA PRIMA Community College, Founder Super Mind Power Training, Penulis Buku Best Seller
“Dengan memiliki perangkat bisnis pada media Audio Visual ini, maka akan semakin meningkatkan performa bisnis dan perusahaan kita. Produk dan jasa kita pasti semakin bagus dalam pelayanan dan kualitasnya.”

Hidayatullah – Direktur PT Selaras Inti Prima Indonesia
“Media audio visual yang sangat efektif dalam membantu kinerja marketing kami, serta menjadi added value tersendiri untuk perusahaan kami.”

Note :
Alhamdulillah, materi untuk casing CD Showreel Rumah Video sudah selesai. CD ini sendiri berisikan portofolio produk-produk yang pernah kami hasilkan, mulai dari Video dokumentasi, Video profile, CD interaktif, Website, Clip&Commercial, Video Promo.Semoga bisa menjadi salah satu wahana untuk beramal lebih bagi kami. Terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan untuk semua pihak yang dengan sukarela telah memberikan testimonialnya. Hanya Allah jualah yang bisa membalas-Nya.