Sekelumit kisah fixed dan variable cost

Wednesday, January 16, 2008


Suatu waktu, Jepang disebutkan mampu mendapatkan predikat sebagai salah satu macan Asia, dan menjadi pesaing tetap Amerika dalam kompetisi peraih GDP terbesar di dunia, dikarenakan ia menerapkan praktek DUMPING. Praktek ini berarti menjual produk di luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan dengan di dalam negeri. Dikombinasikan dengan nilai tukar mata uangnya (Yen) yang tergolong lebih bersahabat dibanding dollar, maka segera produk Jepang menjadi primadona di pasar dunia.

Lalu apakah sebutan Dumping-nya Jepang itu benar adanya???

Sebuah penjelasan yang menarik datang dari salah satu faculty member di kampus saya, Djoko Wintoro, PhD, tentang ini. Disebutkan bahwa apa yang dilakukan Jepang sebenarnya ada penjelasan logisnya. Penjualan produk Jepang di dalam negeri sebenarnya telah mampu menutup fixed cost dari produk, sehingga penjualan keluarnya tidak lagi mempunyai beban di luar variable cost-nya. Imbas dari beban yang berkurang itu ialah Jepang mampu menjual produknya di luar dengan harga lebih murah.

Lalu apa sebenarnya perbedaan antara fixed dan variable cost itu??

Biarlah kali ini saya coba untuk menceritakan sebuah kisah.

Tersebutlah seorang yang ingin mulai merintis bisnis. Kebetulan ia bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi. Suatu ketika, perusahaan tempatnya bekerja menawarkan produk tas laptop dengan design khusus menyambut 1 abad perusahaannya berdiri di Indonesia. Sebuah ide tiba-tiba muncul di pikiran orang tersebut. Ia, yang selama ini terbilang bukan seorang yang sangat paham akan bisnis, terpikir untuk membeli produk itu dalam jumlah banyak, dan menjualnya kembali ke teman-temannya yang bekerja di perusahaan lain dengan ditambahkan margin.

Tersebutlah harga dari tas tersebut ialah Rp 75.000. Ia memutuskan untuk mencoba menjualnya di harga Rp 100.000. Margin 25% pun didapatkan. Awalnya memang terasa sulit untuk menjualnya. Akan tetapi, bermula dari sebuah orderan dari teman lamanya, semakin hari order semakin bertambah. Semangat pun semakin membara, dan sejalan dengan bertambahnya orderan, maka tas yang dipesan ke supplier pun semakin ditambah. Pikirannya yang simple mengatakan, bahwa jika dari 10 tas saja ia bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 250.000, maka dari 20 tas ia akan mendapatkan 2x lipatnya, yaitu Rp 500.000. Demikian seterusnya, hitung-hitungan pun berlangsung linear.

Suatu ketika, ia terpikirkan untuk mencoba bisnis lain yang berbeda. Bisnis yang kali ini dicobanya adalah bisnis yang untuk menjalankannya dibutuhkan tempat untuk melakukan aktivitas dan juga karyawan untuk menjalankan usaha. Anggaplah ia bergabung dengan teman-temannya untuk menjalankan sebuah bisnis audio visual. Suatu waktu mereka katakanlah berhasil mencapai penjualan Rp 1 M, dengan keuntungan Rp 210 juta. Tahun berikutnya mereka berencana untuk bisa mencapai penjualan hingga Rp 4 M. Analogi sederhana mengatakan bahwa keuntungan pun akan menjelma menjadi 4 kali lipatnya, yaitu Rp Rp 840 juta. Sepertinya simple, hanya saja kemudian mereka baru mengetahui bahwa permasalahannya tidaklah sesederhana yang dibayangkan.

Mereka mulai berhitung, untuk bisa mencapai penjualan 4 kali lipatnya, mereka harus menginvestasikan lebih untuk menambah hingga 20 karyawan baru. Setiap bulannya akan ada pengeluaran tambahan hingga Rp 40 juta. Selain itu, promosi direncanakan rutin dilakukan setiap bulannya, dengan menghabiskan dana hingga Rp 2 juta perbulan. Pengeluaran tambahan ini harus rutin dilakukan, padahal penjualan belum pasti akan mengalami kenaikan. Asumsi terburuk ternyata mengatakan bahwa jika dalam waktu 5 bulan saja penjualan tidak mengalami kenaikan, atau tetap dalam range Rp 1 M setahun, maka mereka hanya akan merasakan sebuah titik impas, alias tidak mendapatkan laba sama sekali. Ini karena total cost yang mereka keluarkan sudah sebesar Rp 210 juta (=5 x (Rp 40 juta + Rp 2 juta)). Bila ini berlangsung selama setahun, maka mereka akan mulai merasakan titik rugi, hingga Rp 294 juta (= 7 x (Rp 40 juta + Rp 2 juta)).

Katakanlah mereka masih bisa menaikkan penjualan hingga Rp 1.2 M. Angka ini akan tetap menghasilkan kerugian hingga sebesar Rp 94 juta. Orang yang baru belajar berbisnis ini pun mulai kebingungan, bagaimana bisa dengan menaikkan penjualan hingga 20% malah menyebabkan keuntungan Rp 210 juta menjelma menjadi kerugian Rp 94 juta. Padahal, pengalamannya melakukan jual beli tas mengatakan bahwa bila ia berhasil menaikkan penjualan sebesar 20%, maka laba yang akan dihasilkan pun akan bertambah 20%.

Dari sana, ia pun mulai belajar, bahwa ternyata ketika ia berbisnis tas, ia tidak mempunyai biaya rutin yang harus ia keluarkan setiap bulannya. Satu-satunya biaya yang ia keluarkan ialah biaya pengambilan tas di perusahaan tempatnya bekerja, yang hanya akan dikeluarkan bila ada orderan masuk. Biaya modal ini berbanding lurus dengan penjualan tas yang ada. Karena ia pernah belajar konsep variabel di bangku sekolah, maka ia mulai mengerti bahwa ketika ia berjualan tas, hanya komponen variable cost inilah yang menjadi beban dari bisnisnya.

Sebaliknya, dengan bisnis audio visual yang dijalankannya bersama teman-temannya. Ia mendapati setiap bulannya paling tidak harus ada pengeluaran bulanan rutin yang harus ia keluarkan, baik untuk gaji karyawan, sewa tempat maupun biaya marketing. Pengeluarannya sudah fixed, makanya ia menyebutnya sebagai fixed cost. Ia mulai belajar, bahwa margin operasional, yang didapatkan dari nilai penjualan dikurangi variable cost, di dalam bisnis juga harus digunakan untuk menutup fixed cost ini.

Maka mulailah ia dan teman-temannya berhitung. Berapa komponen fixed cost yang mereka keluarkan setiap bulannya, berapa margin operasional yang didapatkan, dan berapa banyak produk yang harus dijual setiap bulannya untuk bisa menghasilkan laba. Mereka pun mulai sadar bahwa hitung-hitungan yang salah akan menyebabkan biaya produksi membengkak, dan efeknya, keuntungan akan hilang, bahkan dengan tingkat penjualan yang sama. Ibaratnya, gerbong yang diangkut sekarang semakin banyak dan akan semakin menambah berat bila muatan yang diangkut sama.

Di satu sisi, mereka tahu bahwa satu-satunya cara untuk menambah muatan adalah dengan menambah gerbong. Sebuah kebingungan, akan tetapi satu hal yang membuat mereka tetap optimis ialah, apabila margin mereka bisa melewati level fixed cost yang ada, mereka akan mulai meraih keuntungan, yang bisa jadi akan lebih besar dari sebelumnya. Kalaupun tidak, minimal sekali, mereka telah ikut serta memberikan penghidupan kepada 20 orang lain, yang mungkin juga memiliki keluarga untuk dihidupi. Mereka pernah mendengar, bahwa inilah yang disebut dengan Tangan Di Atas. Dan bukan tidak mungkin, suatu saat nanti, ada sebuah negara baru yang menjadi pesaing tetap Amerika dan Jepang.

Note : Kisah di atas bisa disebut kisah fiktif, karena beberapa hal menggunakan angka yang fiktif. Kisah yang simple sebetulnya. Semoga tidak malah memperumit pemahaman yang ada.

0 comments:

Showreel Rumah Video

Testimonial tentang Audio Visual



Abu Sangkan – Trainer “Shalat Khusyu”
“Peran media audio visual sangat efektif dalam penyampaian da’wah-da’wah saya.”

Adha Muawiyah – Line Producer “Sinemart”
“ Video Company Profile sangat efektif dan efisien untuk memperkenalkan citra perusahaan kita lebih cepat. Klien maupun investor dapat lebih jelas mengetahui apa yang dia inginkan atau tuju pada perusahaan kita.”

Wuryanano – CEO PT Swastika Prima International, Direktur Lembaga Pendidikan Profesi SWASTIKA PRIMA Community College, Founder Super Mind Power Training, Penulis Buku Best Seller
“Dengan memiliki perangkat bisnis pada media Audio Visual ini, maka akan semakin meningkatkan performa bisnis dan perusahaan kita. Produk dan jasa kita pasti semakin bagus dalam pelayanan dan kualitasnya.”

Hidayatullah – Direktur PT Selaras Inti Prima Indonesia
“Media audio visual yang sangat efektif dalam membantu kinerja marketing kami, serta menjadi added value tersendiri untuk perusahaan kami.”

Note :
Alhamdulillah, materi untuk casing CD Showreel Rumah Video sudah selesai. CD ini sendiri berisikan portofolio produk-produk yang pernah kami hasilkan, mulai dari Video dokumentasi, Video profile, CD interaktif, Website, Clip&Commercial, Video Promo.Semoga bisa menjadi salah satu wahana untuk beramal lebih bagi kami. Terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan untuk semua pihak yang dengan sukarela telah memberikan testimonialnya. Hanya Allah jualah yang bisa membalas-Nya.