Sekilas di Maret 2008 (featuring speed writing)

Sunday, March 30, 2008


Dalam beberapa minggu ini, jujur saja saya agak kesulitan untuk meluangkan waktu menulis di blog ini. Load pekerjaan sebagai engineer saat ini sedang tinggi-tingginya, dengan rutin setiap weekend harus masuk seperti biasa. Lalu, rutin dua kali seminggu paling tidak kita lembur sampai jam 12an malam. Ditambah dengan kuliah 3x seminggu, jujur saja saya agak keteteran juga. Belum ditambah dengan tugas-tugasnya yang menumpuk.

Rumah Video sendiri padahal saat ini juga sedang memulai periode target sales yang challenging. Target sales periode Maret 2008 paling tidak harus 1,5 kalinya periode sebelumnya. Alhamdulillah, kemarin agak tenang juga ketika sang direktur, Taufik Hanas, melaporkan kalau target bulan ini sudah tercapai. Alhamdulillah, ada orderan 4 website sekaligus, yang otomatis akan ikut menambah portofolio usaha kami. Untuk video documentasi sendiri alhamdulillah juga ada orderan tambahan dari kampus saya, UI, tepatnya dari Fakultas Ilmu Budaya untuk acara seminar menyambut hari wanita internasional kemarin. Rencananya, video hasil dokumentasinya akan dibawa juga ke Australia untuk dipresentasikan ke universitas di sana. Makanya, mau tidak mau untuk kali ini kami harus bisa menunjukkan profesionalitas dan kualitas yang baik.

Bicara lagi tentang blogging, sebetulnya kegemaran saya adalah membaca. Menulis awalnya hanya sekedar tambahan. Bila ada waktu lowong, saya jujur lebih suka membaca daripada menulis. Akan tetapi, pada awalnya saya tertarik dengan uraian yang saya dapat dari blognya Pak Yodhia, tentang speed reading. Intinya, bagaimana caranya kita bisa membaca banyak informasi di tengah-tengah kesibukan kita yang sering menyita waktu.

Jujur saja, saya memang lebih suka membaca sambil menikmati isi bukunya. Jadi, seringkali saya membaca sebuah buku terlalu lama, terlalu sistematis, dari awal berturut-turutan. Sementara, problemnya saya agak kesulitan untuk menahan diri untuk tidak membeli buku di saat pergi ke toko buku, sehingga otomatis tumpukan buku di rumah sudah semakin menggunung. Tambahan lagi, kantor letaknya di sebelah PIM, yang seakan menjadi surga untuk para penggemar buku. Gramedia, Gunung Agung, Kharisma, dan Kinokuniya, semuanya ada disana. Yah, nice problem huh. Sekarang, akhirnya bertekad untuk bisa lebih mengutilisasi waktu membaca dengan lebih efektif.

Trus apa hubungannya dengan menulis? Nah, kalo saya berpikirnya ada speed reading, mengapa tidak coba dilakukan speed writing. Menulis dengan lebih cepat. Jujur saja, ketika menulis blog, saya masih terlalu lama mengetikkan isi pikiran saya. Efeknya, mau ga mau saya suka merasa tidak mood untuk memulai menulis blog karena berpikir bahwa itu akan membuang-buang waktu saya, paling tidak dalam hitungan jam.

Tapi, kemudian saya berpikir lagi. Apa sih tujuan saya menulis? Ternyata saya menulis lebih untuk aktualisasi diri, melatih diri saya untuk bisa berpikir positif dan terbuka akan diri saya. Ketika berinteraksi dengan orang lain, mau tidak mau biasanya kita harus mampu untuk menempatkan diri. Tidak semua yang ada dalam pikiran kita bisa kita tumpahkan ke hadapan orang itu. Akan tetapi, beda dengan menulis di blog ini. Rasanya begitu lepas dan bebas.

Dan kalau ditanyakan siapa sebetulnya penikmat utama blog ini, jujur akan saya jawab, penikmatnya adalah saya sendiri. Saya begitu menikmati diri saya yang positif di sini. Seringkali ini berguna untuk mencharge kembali semangat saya, terlebih di kala saya sedang DOWN.

Nah, balik lagi ke SPEED WRITING, menulis buat saat ini bukanlah profesi utama saya. Akan tetapi, blog ini bisa menjadi salah satu sarana aktualisasi diri saya. Tetap, amal aktivitas nyata atau action harus dinomorsatukan. Makanya, Insya Allah saya akan mencoba untuk bukan malah mengurangi frekuensi menulis saya ke depannya, akan tetapi akan mulai mencoba untuk meningkatkan kecepatan saya dalam menulis ide. Insya Allah, bisa.

Sebagai penutup, ada kutipan menarik dari bukunya Andrias Harefa, Mengukir Kata Menata Kalimat, “Anda ingin menulis sebuah buku? Anda tidak harus menulis buku, tapi tulislah satu artikel hari ini. Esok tulis lagi satu artikel. Kemudian tulis satu artikel lagi, dan kelak tulislah satu artikel lagi....Ops! Carilah benang merahnya! Jahitlah! Permaklah! Nah, jadilah buku Anda!”

Tentang Ikhlas di Ayat-Ayat Cinta


Jumat minggu lalu saat long weekend akhirnya saya bisa juga menyempatkan diri untuk menonton Ayat-Ayat Cinta, yang kabarnya kemarin baru saja menembus angka 3 juta penonton. Saya pribadi tidak ingin mengomentari pro kontra yang ada dari filmnya itu sendiri. Saya pikir wajar, di awal-awal kemunculan film-film islami akan banyak menimbulkan kontroversi. Kurang inilah, kurang itulah, dan lain sebagainya. Akan tetapi, Insya Allah semoga ke depannya ini akan menjadi trigger bagi film-film Islami untuk semakin menunjukkan giginya.

Persis, semoga akan sama dengan fenomena maraknya buku-buku Islami saat ini, hingga bisa memunculkan fenomena Islamic Book Fair. Yah, bayangan saya kelak akan ada yang namanya Festival Film Islami Indonesia. Apalagi, kalau suatu saat Rumah Video bisa menjadi salah satu produsernya.

Well, bicara lagi tentang Ayat-Ayat Cinta, ada beberapa kutipan menarik dari film itu. Selain tentunya kutipan tentang ”jodoh”-nya Fahri dan Maria di tepi sungai Nil, yang sepertinya jadi hits pembicaraan beberapa teman-teman, kutipan tentang keikhlasan adalah salah satu hikmah yang bisa diambil dari film ini. Penyesalan Fahri akan dirinya yang kurang ikhlas menyikapi keadaan istrinya Aisyah yang lebih kaya darinya, dan kondisi Ia yang harus bisa mengayomi 2 istri sekaligus, menjadi titik balik dari film ini.

Yup, ikhlas. Hanung sendiri bahkan mengatakan bahwa inilah tema sentral dari film ini. Bahkan, sempat mendengarkan di Smart FM, Hanung rencananya bersama Red Pyramid akan mengadakan seminar khusus yang membahas tentang manajemen keikhlasan ini. Jadi ingat juga tentang Quantum Ikhlas-nya Erbe Sentanu, yang pernah saya ikuti tahun lalu. Atau Manajemen Qalbu-nya Aa Gym.

Ikhlas, paling tidak akan menyadarkan kita bahwa tetap ada sebuah kekuatan di luar kita yang akan selalu menyertai langkah kita. Dengan ikhlas, alih-alih mempertanyakan mengapa ini bisa terjadi, yang harusnya kita lakukan adalah mempertanyakan, bagaimana cara untuk mengatasinya?

Oh ya, ini ada sekedar tambahan tips merawat password ikhlas dari Erbe Sentanu.

Perbanyak :
1. Memberi maaf kepada orang lain dan diri sendiri. Serta memohon ampun atas kebiasaan (ketidaksengajaan) kita menyalahkan Allah.
2. Rasa pengakuan dan kepercayaan dari diri sendiri dan memberi pujian kepada orang lain.
3. Bergaul dengan orang-orang yang beroperasi di zona ikhlas (syukur, sabar, fokus, tenang, bahagia) atau energy giver.

Note :
Ayat-Ayat Cinta ini kemarin saya tonton bertiga saja dengan kedua orangtua saya. Yah, tempo hari ibu sempat protes saya sudah lama tidak pernah mengajak mereka berdua jalan-jalan dan jarang meluangkan waktu di rumah karena kerjaan. Ya sudah, kebetulan belum menonton film ini. Akhirnya jadilah saya menghabiskan waktu hari itu dengan kedua orang tua saya. Wah, ternyata memang nikmat. Alhamdulillah, Ya Allah, telah dan masih memberikanku orangtua seperti mereka.

The Power of Positive No


“Seni kepemimpinan adalah bukan tentang mengatakan YA, namun tentang mengatakan TIDAK.” Tony Blair, ExPM Inggris.

Ketika Anda tiba di tempat kerja, bos Anda meminta Anda untuk lembur sepanjang akhir pekan untuk sebuah tugas penting. Padahal, ini adalah akhir pekan yang telah dinanti-nantikan Anda dan keluarga Anda. Tetapi, yang meminta adalah bos, dan tinjauan untuk promosi Anda akan segera dilakukan. Bagaimana Anda dapat mengatakan TIDAK tanpa merusak hubungan Anda dengan bos Anda dan mengacaukan promosi Anda?

Seorang pelanggan utama menelpon dan meminta Anda untuk mengirimkan produk tiga minggu sebelum jadwal. Biasanya, hal ini akan sangat stressful dan kemungkinan besar, kualitas produk akan turun. Tetapi, dia adalah pelanggan utama Anda dan dia mungkin tidak akan menerima jawaban TIDAK. Bagaimana Anda dapat mengatakan TIDAK tanpa merusak hubungan dengan pelanggan?

Buku yang sedang saya baca kali ini isinya sangat provokatif. The power of positive No. Kalau selama ini, orang seringkali berasumsi bahwa kunci dari melakukan semua hal dengan baik ialah selalu mengatakan YA dengan kepercayaan diri yang tinggi, buku ini mencoba untuk mengobrak-abrik pemahaman ini. Tidak setiap hal mesti disikapi dengan kata YA.

YA mungkin akan membuat kita menjadi orang yang super. Menjadi orang yang mampu melakukan apa pun yang diharapkan orang lain dari kita. Akan tetapi, problem yang ada waktu yang kita miliki terbatas, 24 jam sehari, yang harus kita bagi juga dengan waktu kita untuk beristirahat. Makanya, kemampuan untuk mengatakan TIDAK otomatis haruslah kita miliki, terutama dalam rangka mempertahankan kepentingan kita yang paling UTAMA.

William Ury, sang pengarang buku ini, sebelumnya sempat mengarang juga buku Getting To Yes, sebuah buku tentang seni bernegosiasi. Tingkat kehandalannya sendiri sudah tidak perlu diragukan lagi. Ini bisa kita lihat salah satunya dari endorser-endorser yang diterimanya, mulai dari Jim Collins, Jimmy Carter, Anthony Robbins, Daniel Goleman, Stephen Covey, John Naisbitt, Linda Kaplan hingga Tom Peters.

At the end, happy reading.

Surga sang pengusaha


Konon, pada suatu saat nanti di depan pintu surga berdirilah dosen, dokter dan ulama. Dulunya, selama di dunia si dosen telah mendidik banyak mahasiswa, si dokter telah menyembuhkan banyak orang sakit, dan si ulama telah banyak membimbing orang ke jalan yang benar. Walhasil, masing-masing menganggap dirinya paling berjasa, sehingga masing-masing merasa berhak untuk masuk surga paling dulu. Mereka pun berebut.

Tiba-tiba, datanglah pengusaha. Anda tahu apa kata mereka? Si dosen langsung menyambut, ”Nah, ini ida pengusaha kita! Beliaulah yang membangun kampus kami.” Si dokter pun berseru, ”Beliau juga banyak membantu klinik kami.” Si ulama turut melengkapi, ”Beliau juga merupakan donatur tetap untuk tempat ibadah kami.”

Akhirnya mengingat jasa-jasa si pengusaha, maka baik dosen, dokter maupun ulama pun rela untuk mengalah. Mereka pun sepakat untuk mempersilakan sang pengusaha masuk surga paling dahulu!

Sebuah anekdot, diambil dari jurus ke-7 Ippho Santosa, dalam bukunya ”10 jurus terlarang, kok masih mau bisnis cara biasa.”

Telekomunikasi di 2008


Catatan dari SWA Februari 2008.
Planning operator2 telekomunikasi di 2008.

1) Telkomsel  Capex (Capital Expenditure) 2008, US$ 1,5 – 1,7 milliar. Akan mulai membangun BTS tenaga surya.
2) Excelkomindo Pratama  Capex 2008, US$ 650 juta. 75% akan digunakan untuk memperluas jaringan di luar Jawa. Total BTS yang ingin dibangun 2000, jadi genap 12 ribu di akhir 2008.
3) Indosat  Capex 2008 US$ 1,2 milliar. 85% akan digunakan untuk peningkatan kapasitas jaringan. Sekitar 3000 BTS baru akan dibangun. Target 6 juta pelanggan baru dan pertumbuhan pendapatan 18%.
4) Bakrie Telecom  Capex 2008 Rp 2 triliun. Target pelanggan 4,5 juta.
5) Telkom  Capex 2008 US$ 40 juta. Fokus untuk meningkatkan kapasitas bandwith internasional hingga 70 Gbps dalam 4 tahun ke depan.

Usiaku kini 25….

Saturday, March 15, 2008



Beberapa hari terakhir sebetulnya sedang tidak ingin memikirkan tentang usia yang akan bertambah. Apalagi intensitas pekerjaan bukan sedang menurun. Cuman, secara kebetulan beberapa ulang tahun orang-orang terdekat mau tidak mau mengingatkan kembali bahwa saya akan segera memasuki periode baru lagi dalam hidup saya.

Siapa saya? Dan untuk apa saya hidup di dunia ini?

Baru saja menemukan sebuah tulisan bagus dari salah satu member TDA, Pak Arif Prasetyo Aji. Saya kutipkan sebagian isinya. “Kalau kita ingin menyelesaikan masalah-masalah dalam hidup kita, maka daerah terbuka harus diperluas selebar-lebarnya. Kita adalah kita, namun sering kita tidak mengenal diri kita dengan baik. Untuk mengenal diri dapat juga menggunakan jasa orang lain dan untuk itu kita harus terbuka. Kita harus berfikir positif atas segala kekurangan dan kelebihan yang kita miliki.”

Para psikolog menemukan bahwa self confidence pada pria lebih kuat dibandingkan dengan wanita. Dalam beberapa kasus keberadaan self confidence yang kuat pada pria ini membuat sang pria akan banyak mengabaikan pengaruh sosial atau komentar orang terhadap mereka. Inilah yang ikut merusak hubungan sosial, karena pria pada dasarnya anti kritik.

Terus terang saya pernah melalui fase itu. Fase meledak-ledak, overconfidence, sempat sedikit banyak menimbulkan konflik dengan beberapa orang. Terlepas dari siapa yang bersalah, saya tidak bisa memungkiri sebetulnya masih ada jalan yang lebih baik tempo hari untuk menyelesaikan masalah. Kurangnya keterbukaan dan komunikasi adalah salah satu penyebabnya. Sesuatu yang tersumbat, dan kemudian meledak di saat yang tidak tepat.

Seorang teman dari psikologi mengatakan, kadangkala seseorang memerlukan sesuatu yang disebut katarsis. Istilah gaulnya, curhat. Ini ibarat membuat sondetan pada sebuah aliran sungai yang penuh. Karena bentuknya sondetan, maka awalnya mungkin akan terasa sakit. Yup, tidak semua orang merasa nyaman dengan menceritakan isi hatinya yang sebenarnya. Diperlukan pengorbanan, akan tetapi itu resiko yang harus ditanggung untuk mencegah ledakan aliran sungai itu.

Terbuka, mungkin dengan itu kita akan terbantu untuk menemukan siapa sesungguhnya diri kita. Sayyidina Ali malah mengatakan, ”Barangsiapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Rabb (Tuhan)-nya.” Terbuka, bisa jadi akan menimbulkan prasangka tambahan, atau malah sebuah kritikan. Bisa jadi dengan terbuka justru akan malah mengaburkan siapa diri kita yang sebenarnya karena kita akan menjadi begitu beketergantungan dengan penilaian orang lain.

Akan tetapi, Islam sejak awal sudah mengajarkan konsep keseimbangan (tawazun). Terbuka akan menawarkan kepada kita banyak pilihan. Akan tetapi tetap di akhir kitalah jua yang memutuskan. Keterbukaan akan menawarkan kualitas pilihan yang lebih baik. Dan bila masih ada kekecewaan yang timbul akibat keterbukaan itu, biarlah saat ini kita mencoba mengamalkan doa Abu Bakar, ”Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang tidak mereka ketahui tentang diriku. Dan jadikanlah aku lebih dari apa yang mereka duga.”

Blog ini hadir karena itu. Anggap saja sebuah proses membuka diri untuk mencoba memperbaiki diri. Sekaligus sebagai sebuah wadah bagi saya untuk meng-hisab diri, sebelum datang hari penghisaban yang sebenarnya. Dan memang, seperti tidak terasa, seperempat abad sudah saya hadir di muka dunia ini.

Seperempat abad, alkisah dalam kurun waktu itu Rasulullah SAW telah melalui banyak fase penting dalam hidupnya. Usia 6 tahun ditinggal oleh ibunya, hingga usia 8 tahun tinggal dengan kakeknya, Abdul Muthalib, yang banyak melibatkannya dalam rapat-rapat politik. Usia 8 tahunan tinggal bersama pamannya, Abu Thalib, dan sudah harus bekerja menggembalakan kambing karena pamannya banyak tanggungan. Usia 12 tahun sudah ikut perjalanan bisnis ke Syria. Usia 15 tahun sudah terlibat dalam Perang Fajr selama 4-5 tahun yang membentuk pengalaman militer dan memperkuat fisiknya. Usia 20 tahun, sudah terlibat peristiwa diplomatik perdamaian antara sukunya, Quraisy, dan suku lain. Selepas itu menjadi manajer profesional bagi seorang janda bernama Khadijah dan menghasilkan imbal jasa yang sangat menjanjikan. Usia 25 tahun beliau akhirnya menikah dengan Khadijah, yang usianya lebih tua darinya.

Seperempat abad, dan saya tidak tahu seberapa lama lagi jatah yang masih ada. Tapi, semoga akhirnya saya bisa menjadi seperti sosok yang diceritakan oleh Rasulullah sebagai seorang yang pintar, yaitu orang yang menyiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan setelah kematian.

Yah, jarum jam akhirnya menunjukkan pukul 00.00. Tanggal 15 Maret 2008, hari ini saya genap berusia 25 tahun. Saatnya melihat apa yang kini menanti di depan mata. Bismillah. Hari baru telah tiba.

Jakarta, 15 Maret 2008, beberapa saat meninggalkan pukul 00.00 WIB

NB : Selamat milad juga u/ sahabat2 yang sedang merayakan. Wish u all the best..:)

Go..Go...Go...Local Companies...(Part 1)

Sunday, March 09, 2008


Salah satu mata kuliah yang mengasyikkan di trimester 3 ini ialah Advanced Corporate Finance. Mata kuliah ini adalah pengembangan lebih lanjut dari mata kuliah sebelumnya, Corfin, yang lebih banyak berkutat di masalah hitung-hitungan untuk menilai apakah sebuah perusahaan menghasilkan value atau tidak. Nah, tema yang sangat menarik minat saya di mata kuliah ini ialah ketika sedang membahas tema Emerging Giants.

Kenapa tema ini menarik??

Emerging Giants bercerita tentang bagaimana perusahaan lokal di negara berkembang mampu menjadi kampiun yang mengalahkan perusahaan multinasional dalam persaingan bisnis. Bahasannya sarat dengan contoh-contoh inspiratif. Sengaja saya sharing di sini, dengan harapan semoga bisa menjadi pemotivasi bagi kita semua untuk mampu menjadi perusahaan lokal yang mendunia.

Bicara soal struktur market di negara berkembang, kita akan dapati adanya 4 medan pertempuran antara perusahaan lokal dan perusahaan multinasional. Empat medan itu ialah bottom of the pyramid, pasar lokal, pasar glokal dan pasar global. Bottom of the pyramid ialah pasar dimana mayoritas konsumennya adalah mereka yang sensitif harga. Ini segmen pasar yang disebutkan oleh Hermawan Kartajaya harus coba digrab di 2008, karena momennya sudah dekat dengan Pemilu, dimana elit akan lebih banyak memperhatikan wong cilik.

Pasar lokal ialah pasar yang berisikan produk dengan kualitas, feature dan harga lokal. Sementara pasar glokal ialah pasar dengan produk yang memiliki segmen global, dengan kualitas dan feature yang bersifat lokal namun memiliki harga yang kurang dari harga global. Terakhir, pasar global ialah pasar dengan produk yang memiliki kualitas, feature dan harga yang global. Biasanya perusahaan lokal akan mulai menyisir pasar dimulai dari bottom of the pyramid, sementara perusahaan global memilih untuk memulai dari puncak piramid. Nah, pertempuran akan terjadi manakala masing-masing perusahaan mencoba untuk bergerak, perusahaan lokal bergerak naik sementara perusahaan global mencoba untuk menyasar pasar yang lebih bawah.

Secara umum, perusahaan global memiliki keunggulan dalam hal finansial. Mereka mampu mendatangkan sejumlah uang yang besar dengan cost yang rendah karena pasar finansialnya yang sudah mapan. Mereka dapat mempekerjakan orang–orang terbaik karena pasar tenaga kerja di sana sudah berjalan dengan baik. Di satu sisi, inilah yang menjadi masalah dari perusahaan lokal. Mereka cenderung lebih kesulitan untuk mampu mendatangkan modal dalam jumlah besar, paling tidak bila dibandingkan dengan perusahaan global. Ini yang membuat mereka mengalami kesulitan untuk berinvestasi di R&D atau untuk membangun sebuah merk global.

Walau demikian, sebetulnya ada 3 kelemahan perusahaan global dalam bersaing dengan perusahaan lokal.

Pertama, perusahaan multinasional harus menghadapi medan pertempuran yang sama dengan perusahaan lokal. Terkesan fair, hanya saja satu hal yang harus diingat, bahwa perusahaan multinasional sudah terbiasa untuk beroperasi di negara yang memiliki infrastuktur yang sudah mapan, sehingga ketika berhadapan dengan negara berkembang yang infrastukturnya masih belum maju, mereka akan kesulitan. Contoh kasus, perusahaan multinasional bergantung pada keberadaan firm riset pemasaran yang profesional untuk menentukan strategi marketingnya dan partner supply chain untuk membuat dan mendistribusikan produknya. Seringkali, negara berkembang belum memiliki firm riset dan partner supply chain yang sehandal partner di negara asalnya. Di satu sisi, perusahaan lokal lebih terbiasa dalam berhadapan dengan kondisi infrastruktur yang seperti itu.

Kedua, perbedaan keunggulan modal dan SDM antara perusahaan lokal dan multinasional kini semakin menipis. Segera setelah perusahaan lokal mampu untuk menunjukkan tajinya di hadapan perusahaan multinasional, mereka segera akan mendapatkan kesempatan yang nyaris sama untuk mendatangkan modal dalam jumlah besar melalui institusi-institusi keuangan dunia yang sudah mapan. New York Stock Exchange dan Nasdaq adalah salah satu wadah alternatif untuk mampu mendapatkan dana tersebut. Sementara itu, dari sisi SDM, SDM lokal yang ada di negara berkembang banyak belajar dari keberadaan perusahaan multinasional sebelumnya. Adanya pelatihan-pelatihan berkelanjutan dari negara maju kepada SDM lokal pada akhirnya akan membuat ketertinggalan kualitas SDM semakin lama akan semakin berkurang.

Ketiga, karena sifat bisnisnya yang mengglobal, perusahaan multinasional biasanya enggan untuk memodifikasi strateginya secara berbeda untuk setiap pasar negara berkembang yang dimasukinya. Mereka memandang sangat costly dan sulit untuk memodifikasi produk, layanan, dan metode komunikasinya untuk sesuai dengan selera lokal, terlebih bila mengingat kesempatan di negara berkembang biasanya tergolong kecil dan beresiko. Sementara itu, sistem organisasi dan struktur biayanya menyulitkan mereka untuk menjual produk dan layanan dengan harga yang optimal di pasar negara berkembang, yang menyebabkan mereka akhirnya banyak berakhir dengan menyasar pasar niche yang superpremium. Perusahaan lokal tidak menghadapi problem skala ekonomis seperti ini, sehingga otomatis dari sisi kualitas produk dan service mereka sebetulnya berpotensi tinggi untuk mampu menghadang perusahaan multinasional.

Sekian untuk sedikit sharingnya saat ini. Next, akan saya lanjutkan dengan strategi-strategi yang biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan lokal di negara berkembang, dengan mengambil beberapa contoh kasus. Semoga bermanfaat.

Showreel Rumah Video

Testimonial tentang Audio Visual



Abu Sangkan – Trainer “Shalat Khusyu”
“Peran media audio visual sangat efektif dalam penyampaian da’wah-da’wah saya.”

Adha Muawiyah – Line Producer “Sinemart”
“ Video Company Profile sangat efektif dan efisien untuk memperkenalkan citra perusahaan kita lebih cepat. Klien maupun investor dapat lebih jelas mengetahui apa yang dia inginkan atau tuju pada perusahaan kita.”

Wuryanano – CEO PT Swastika Prima International, Direktur Lembaga Pendidikan Profesi SWASTIKA PRIMA Community College, Founder Super Mind Power Training, Penulis Buku Best Seller
“Dengan memiliki perangkat bisnis pada media Audio Visual ini, maka akan semakin meningkatkan performa bisnis dan perusahaan kita. Produk dan jasa kita pasti semakin bagus dalam pelayanan dan kualitasnya.”

Hidayatullah – Direktur PT Selaras Inti Prima Indonesia
“Media audio visual yang sangat efektif dalam membantu kinerja marketing kami, serta menjadi added value tersendiri untuk perusahaan kami.”

Note :
Alhamdulillah, materi untuk casing CD Showreel Rumah Video sudah selesai. CD ini sendiri berisikan portofolio produk-produk yang pernah kami hasilkan, mulai dari Video dokumentasi, Video profile, CD interaktif, Website, Clip&Commercial, Video Promo.Semoga bisa menjadi salah satu wahana untuk beramal lebih bagi kami. Terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan untuk semua pihak yang dengan sukarela telah memberikan testimonialnya. Hanya Allah jualah yang bisa membalas-Nya.