Menjadi pembicara seminar telco

Wednesday, May 14, 2008


Suatu waktu memang saya pernah mengimpikan saya akan mampu untuk menjadi pembicara di sebuah acara seminar umum. Tapi jujur sejalan dengan waktu hingga saat ini sebetulnya saya masih merasa kurang PD untuk berbicara di depan umum. Saya harus akui saya jauh lebih menikmati saat-saat berada di belakang layar. Membuat sistem, mensetup skenario materi, menulis serta hal-hal lain yang tidak mengharuskan saya untuk berhadapan dengan orang banyak adalah kegiatan yang lebih saya senangi.

Nah, ketika akhirnya sebuah kesempatan datang menghampiri saya minggu lalu untuk menjadi pembicara, maka mulailah saya mencoba mencari-cari alasan untuk mewakilkannya kepada orang lain. Saya ingat ketika di kampus pun, dalam beberapa kali kesempatan saya mencoba menghindar tampil di depan publik. Bahkan ketika menjadi PO (Project Officer) sebuah kegiatan penerimaan mahasiswa baru pun, saya panik saat diminta untuk memberikan sambutan penutupan kegiatan, hehe... Terakhir saya masih ingat saat terpilih menjadi juara 2 lomba menulis tentang TDA dan diminta untuk maju ke depan ke atas panggung, saya malah grogi sendiri...:)

Alkisah, awal cerita dimulai saat teman saya yang kebetulan dosen di jurusan Elektro Untirta (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) Cilegon ”menembak” saya untuk memberikan materi tentang 4G. Kebetulan sedang ada momen Electrical Fair di sana dan salah satu rangkaian acaranya adalah seminar telco tentang 4G. Selain seminar itu, ada juga seminar Linux, workshop tentang blog dan juga seminar RT/RW net yang kondang dari Onno W. Purbo.

Awalnya kontan menolak karena beberapa alasan. Pertama, rasa ’tidak nyaman’ saya tampil di depan publik tadi. Kedua, materi yang ditawarkan terhitung berat, bahkan bagi saya yang notabene engineer telco ini. Bahasan 4G adalah bahasan yang bukan hanya menyentuh aspek teknikal saja, tapi juga terkait dengan strategi telekomunikasi ke depan. Engineer telco di lapangan secara teknis memiliki spesialisasi masing-masing dan jujur 4G bukanlah spesialisasi saya.

Akhirnya, sebagai win-win solution, saya menawarkan untuk mencarikan pembicara yang lebih kapabel. Saya pikir cara itu lebih aman dan merupakan penolakan yang lebih halus. Hanya saja, masalahnya waktu kegiatan sudah mepet (tinggal 4 harian lagi) dan lokasi acara lumayan jauh (beda provinsi bo !). Yah akhirnya hanya bisa mendapatkan co-partner sebagai pembicara dari Telkomsel.

Yah, singkat cerita acara ternyata berjalan lancar. Saya akhirnya memutuskan untuk membawakan materi tentang evolusi teknologi mobile telecommunication mulai dari generasi pertama (AMPS), kemudian 2G (GSM), dilanjutkan dengan 3G (UMTS/WCDMA), hingga diakhiri dengan 4G, yang saat ini masih diwarnai persaingan platform antara LTE dan WiMax. Sementara teman saya dari Telkomsel membawakan materi strategi operator telekomunikasi ke depannya dalam menyikapi fenomena teknologi mobile yang terus maju itu.

Alhamdulillah selesai juga amanah ini. Semoga dengannya bisa ikut membantu meruntuhkan salah satu ”mental blocker” saya ini, tampil di depan umum. Dan ternyata memang benar kata orang-orang bijak, it’s not that hard while you decide to take the action !!

Menjajal Action Business Coach


Action Business Coach, mungkin rata-rata businessman di Indonesia sudah kenal namanya. Dan semenjak kenal dan mencicipi dunia bisnis serta mengenal komunitas-komunitas bisnis seperti TDA, maka namanya juga seakan tidak lagi asing bagi saya. Nah, saat saya cuti beberapa minggu yang lalu, akhirnya saya berkesempatan juga untuk bertemu dan menjajal langsung kehandalan lembaga coaching yang didirikan oleh Brad Sugar ini.

Yang pertama saya jajal adalah feature group coaching-nya. Diawali dari seminar TDW akhir Maret lalu, saya dan Taufik memutuskan untuk mengikuti seminar setengah hari yang diadakan oleh Smart Action Business Coach. Seminar ini sebetulnya adalah pengantar dari group coaching yang rencananya intensif dijalankan selama 3 bulan, dengan jadwal ketemuan 2 minggu sekali.
Dibawakan oleh Pak Agus, penjelasannya memperjelas lagi prinsip 5 area untuk meningkatkan profit usaha kita, yaitu jumlah prospek, persentase konversi, frekuensi transaksi, volume penjualan dan persentase keuntungan atau margin.

Feature yang kedua yang saya coba untuk jajal adalah private coaching. Awalnya iseng mengirimkan sms ketika ada acara talkshow Action Coach di PasFM. Eh, ternyata ditawari oleh salesnya untuk datang ke kantornya untuk konsultasi gratis. Ya sudah, bareng Taufik akhirnya kita mendatangi kantor Action Coach di Wisma Antara. Selepas magrib, akhirnya sesi pun dimulai dan kami pun bertemu dengan salah satu coach disana, Pak Prijono Nugroho.

Sesinya cukup lama, sekitar 1.5 jam. Terus terang disana bisnis kami, Rumah Video, dikorek oleh Pak Prijono dengan sangat lugas. Kami berpendapat masalah utama kami adalah sales yang kurang, akan tetapi dengan contoh yang gamblang Pak Priyono menjelaskan bahwa akar masalahnya haruslah digali lebih dalam. Kami ditanya berapa jumlah prospek baru yang kami datangi dalam 3 bulan terakhir, persentase konversinya, frekuensi transaksinya dan seterusnya. Beliau berpendapat alih-alih kita fokus pada menambah prospek baru terlebih dahulu, mengapa kami tidak fokus pada faktor internal kami, yaitu meningkatkan persentase konversi dari prospek, atau meningkatkan frekuensi dan volume penjualan dari prospek yang sudah ada terlebih dahulu.

Intinya dalam sesi yang terasa singkat itu, kami banyak mendapatkan AHA baru. Bayangkan jika 5 area itu kami bisa tingkatkan masing-masing 10% saja, maka kami akan bisa mendapatkan laba sebesar 61%. Jadi lebih semangat lagi untuk coba mencapai targetan bulanan kita neh.

Di sesi itu sebetulnya saya sempat menanyakan juga kelanjutan program free coaching yang dijanjikan oleh Action Business Coach kepada member TDA. Pak Prijono pun menjawab bahwa saat ini mereka masih menyusun formulasi sistemnya. Akan ada seleksi ketat untuk bisa mendapatkannya dan kita diminta untuk bersabar.

Yah, akhirnya kita memang belum jadi memakai jasa Action Coach lebih lanjut. Sebetulnya pengen banget. Cman pertimbangan bisnis membuat kami memutuskan untuk saat ini belum feasible untuk bekerjasama lebih lanjut. Tapi, jujur disinilah saya melihat profesionalisme dari Pak Prijono. Beliau tetap dengan ringan sharing kepada kami walaupun jam sudah menunjukkan pukul 8 lewat.

Malam sudah larut. Kami pun pulang dan kembali harus berhadapan dengan Jakarta yang macet abis (*wuihh, untung belum pernah merasakan berkantor di Segitiga Emas slama ini*). Cukup untuk bergurunya, yang penting adalah ACTION....:)

Oh iya, berikut ada beberapa strategi yang sempat dicatat dari 2 pertemuan di atas.

# 5 area meningkatkan profit

Jumlah prospek (1)

X % konversi (2) = Jumlah customer

X Frekuensi transaksi (3)
X Volume penjualan (4) = Omzet
X % keuntungan (5) = Profit

# Strategi meningkatkan jumlah prospek

1. Networking
2. Referral
3. Press release
4. Seminar dan events
5. Brosur
6. Iklan

Intinya, memperluas teritori.

# Strategi meningkatkan % konversi

1. Garansi tertulis
2. Menonjolkan keunikan
3. Produk yang berkualitas
4. Brosur yang berkualitas
5. Penawaran menarik
6. Coba dulu sebelum beli
7. Demo produk
8. Training team sales.

Intinya, dress for success.

# Strategi meningkatkan frekuensi transaksi

1. Kualitas konsisten
2. Kontak secara teratur
3. Minta untuk kembali lagi
4. Kartu member VIP
5. Terima trade in
6. Follow up

Intinya, under promise dan over deliver.

# Strategi meningkatkan volume penjualan

1. Jual yang lebih mahal
2. Impulse buying
3. Buat paket
4. Terima kartu kredit

# Strategi menaikkan tingkat keuntungan

1. Jual barang yang untungnya besar
2. Jual label sendiri
3. Outsource.
4. Meminimalkan kesalahan
5. Efisiensi
6. Produktivitas

Intinya, overhead minimum.

NB.
Alhamdulillah Rumah Video berhasil mendapatkan kepercayaan dari Jamsostek untuk meliput acara seminarnya 2 kali berturut-turut. Mohon doanya semoga kerjasama ini bisa kami langgengkan untuk ke depannya.

Ga bisa ke Forum Jumat TDA dan MM Jaksel

Friday, May 09, 2008


Yah, beneran ga bisa akhirnya ke Forum Jumatnya TDA di Hotel Sofyan...:(
Dan sekali lagi, MM Jaksel juga bakal dilewatin...

*Sabtu besok Insya Allah diminta ngisi seminar telco tentang 4G di Univ. Sultan Agung Tirtayasa. Awalnya, dah berusaha nolak, tapi ampe terakhir belum ada orang lain yang bisa.
Yah, Bismillah, kalo jadi, Insya Allah kesempatan perdana jadi pembicara d seminar.
Deg deg an tingkat tinggi uiiy....
Malam ini selesaiin materinya, besok siap2 tampil...hhh...Doain yah...:)*

Backpacker di Bandung (Eps.2)

Sunday, May 04, 2008


Hari kedua di Bandung bisa dikatakan menjadi hari yang amat panjang dijalani.
Awalnya sama sekali tidak ada rencana jelas dari kami akan kemana saja kami di hari itu. Yang pasti memang ada beberapa opsi yang sempat dipikirkan. Hanya saja, hingga hari itu kami belum memutuskan akan mengambil opsi yang mana.

Nah, paginya selepas bangun dan shalat subuh (dan jeleknya, tidur lagi bentaran), kami mendapati kalau teman-teman dari Turki kami sudah mulai menghilang. Ada yang sudah berangkat atau ada juga yang masih betah di kamar masing-masing. Akhirnya memang tidak mungkin mengumpulkan mereka, apalagi untuk hanya sekedar foto bareng. Yah akhirnya terpaksa pamitan dari tempat bermalam kami itu ke Kamil saja. Yah, salam saja bwat semua sahabat-sahabat baru kami itu. Moga lain waktu kita bisa ketemuan dan silaturahim lagi.

Pamitan tetap tanpa agenda yang jelas. Akhirnya setelah sampai lagi di jalur perangkotan, barulah bingung akan melangkahkan kami kemana. Kami berada di depan UPI, jalan persimpangan antara Daarut Tauhid, Bandung Kota dan Bandung Utara. Pilihan kami 2, ke Kota atau ke Utara. Ya sudah, karena niatnya refreshing kami cobalah ke ara utara saja. Tujuan ke Tangkuban Perahu.

Sebetulnya sempat berniat kesana malamnya. Hanya saja, karena kurang paham angkutan umum kesana sempat berencana untuk membatalkannya. Tapi, ya akhirnya dengan niatan ga ada salahnya dicoba jadilah kami memilih untuk kesana. Naiklah kami ke angkot arah ke Terminal Ledeng. Dari sana, sesuai dengan petunjuk teman akhirnya kami menyambung angkot ke arah Subang. Turun di jalan masuk ke Tangkuban Perahu, akhirnya kami memutuskan untuk mencarter angkot untuk naik ke atas.

Sebetulnya saya sudah 2 kali ke sini. Cuman memang sudah lama banget. Terakhir sekitar 4 tahunan yang lalu. Jadinya, memang sudah agak lupa dengan jalan masuk ke sana sih. Ini yang nyebabin akhirnya kami ga mau ngambil resiko untuk coba jalan saja ke atas. Takut kejauhan, apalagi sudah janjian dengan Kamil untuk mampir ke ITB siangnya.


Ya sudah. Alhamdulillah, sampailah kami di atas dengan selamat. Subhanallah...sekali lagi hati kami disejukkan dengan keindahan ciptaan Allah di muka bumi ini. Sebuah fenomena kawah yang mempesona yang kita kenal dengan sebutan Gunung Tangkuban Perahu. Jadi ingat lagi dengan cerita legenda yang menceritakan asal muasal gunung ini. Yah, mengenai seorang anak yang tidak sadar mencintai ibunya sendiri, dan akhirnya menjelma menjadi gunung dengan kawah eksotik ini. Sebuah legenda yang oleh warga asal sana dijelaskan sebetulnya hanyalah cerita pemanis saja. Konon, objek wisata ini pertama kali ditemukan oleh Belanda dan di saat itu kebetulan di sana rawan gempa dan gunung meletus. Makanya di sana kita bisa temukan juga sebuah alat pencatat gempa atau seismograf yang kini sudah tidak berfungsi lagi.

Kawah di puncak gunung ini sebetulnya sekarang sudah tidak aktif lagi. Makanya ketika ada tawaran untuk melihat kawah lain yang masih aktif, yang dikenal dengan sebutan Kawah Domas, maka kami tidak menolaknya. Kawah Domas ini letaknya di lereng gunung. Numpang lagi dengan angkot untuk turun. Sampai di titik masuknya, kami sempat menyangka hanya akan berjalan 100-200 meter saja. Yah, harapan yang terlalu optimis.


Ternyata perjalanan ke Kawah Domas cukup panjang dan melelahkan. Bila dihitung, mungkin bisa sekitar 1 jam dihabiskan untuk bolak-balik di sana. Yah, benar-benar lumayan lah untuk olahraga. Kabar buruknya, jalan sehat ini terpaksa kami lakoni ketika jam makan siang telah tiba. Jadilah kami berjalan sambil menahan lapar. Sampai di Kawah Domas, paling tidak kami terhibur dengan ketidaksia-siaan perjalanan kami. Kawahnya memang masih aktif. Bahkan beberapa tempat masih menyemburkan air belerang panas yang katanya bisa untuk menggoreng telor di sana.

Well, singkat cerita akhirnya kami pulang juga dari Tangkuban Perahu. Di perjalanan balik ke Lembang, tiba-tiba terpikirkan untuk menjajal Rumah Strawberry yang ceritanya sering kami dengar itu. Setelah bertanya-tanya dengan supir angkot, akhirnya mantaplah kami memutuskan untuk coba pergi kesana.

Dengan modal sok tahu soal jalanan Bandung, kami pun memutuskan untuk naik lagi angkot di Lembang. Oh yah satu hal yang terlupakan dari angkot Bandung, ngetemnya itu lho yang ga nahan. Total bisa setengah jam lebih ngetem sebelum angkot jalan. Sudah gitu, di setiap persimpangan rata-rata angkot tetap bolak-balik ngetem.

Akhirnya, setelah perjuangan panjang naik turun angkot sebanyak 3 kali (yang total menghabiskan waktu hingga 1.5 jam ditambah lamanya ngetem), sampailah kami di Rumah Strawberry (sempat nyasar en pengen niat balek aja seh sebelumnya). Jarum jam saat itu sudah menunjukkan pukul 3 kurang, which is pastinya laper banget bo.


Yah tapi akhirnya perjuangan kami ke sana ternyata sangatlah worthed. Rumah Strawberry saat itu sedang sepi, karena hari senin, sehingga kesannya kamilah penguasa tempat itu. Tapi yang pasti menu di sana yang benar-benar membuat kami puas sekali. Memesan nasi goreng dan nasi liwet, mungkin satu katanya Bondhan Winarno bisa menggambarkan perasaan kami, mak nyosss!!..:) Yah bisa dilihat dari pose kami di samping yang tampak bahagia dan puas.

Karena sepi dan memang capek banget, akhirnya sempat-sempatnya kami tidur siang di sana, selain mencharge HP dan laptop, hehe. Jam 5 kurang, setelah diusir halus oleh pelayannya (maksudnya dah disodorin bon aja) akhirnya kami pun beranjak meneruskan perjalanan. Nah, sekarang gantian panik melihat waktu sudah sore banget. Padahal kita berencana untuk langsung balik ke Jakarta memakai travel jam 7 malam. Apalagi masih harus mengantarkan titipan Kamil ke ITB.

Setengah panik, akhirnya naiklah kami ojek sampai ke depan jalan umum lagi. Sampai di jalan umum, lebih panik ketika mendapati angkot jarang sekali yang lewat sana. Setelah menunggu kurang lebih setengah jam, barulah kami mendapati angkot yang segera melaju lagi balik ke Terminal Ledeng. Di Ledeng, untuk menuju Dago kami menaiki angkot jurusan Cicaheum.


Sampai di Dago, buru-buru meninggalkan angkot. Dan akhirnya karena buru-buru itu, oleh-oleh yang sempat kami beli di Ledeng, akhirnya ketinggalan di angkot itu. Yah, nasib. Singkat cerita, akhirnya kami baru bisa naik travel untuk keberangkatan jam 9 malam. Ya udah, sisa waktu kami habiskan di Bandung Indah Plaza, bersama Kamil sekalian mengantarkan pesanannya. Dan akhirnya jam 9 malam berangkatlah kami kembali ke Jakarta dengan menggunakan travel Baraya.

Yah, sungguh hari yang lumayan melelahkan. Full dengan naik turun angkot dan jalan kaki. What a journey. Saya Budi Setiawan, melaporkan siaran tunda dari Bandung langsung dari pelaku utamanya. Cheerss...:)

Backpacker di Bandung (Eps.1)

Thursday, May 01, 2008


Mari coba berhitung. Dalam tempo satu hari kemarin, total lebih dari 10 angkot kami naiki selama perjalanan kami di Bandung. Dimulai dari Terminal Luwipanjang ke Kalapa , Kalapa ke Ledeng, Ledeng ke Subang, ke atas Tangkuban Perahu dan balik lagi ke Lembang, Lembang ke arah Cimahi, trus naik lagi ke arah Ledeng, turun dan naik lagi ke arah Rumah Strawberry, balek lagi ke arah Ledeng, dari Ledeng ke Cicaheum, turun di Dago naik ke arah Bandung Indah Plaza, dari BIP balik lagi ke tempat travel kami, Baraya, standby.

Backpacker. Itulah yang 2 hari kemarin saya dan tim Rumah Video coba lakukan. Memang sih kalau melihat dari lokasinya, belum bisa ditobatkan sebagai backpacker sejati. Karena tujuannya masih tergolong dekat, Bandung. Paling gak kemarin kami sudah mencoba untuk menjelajah Bandung dengan modal ngeteng saja, alias tanpa membawa mobil dan tanpa menginap di penginapan yang butuh dibayar.

Ide untuk petualangan ini dimulai ketika kami (saya, Taufik Hanas dan Acep Hidayat) bertemu di tongkrongan favorit kami beberapa minggu ini, Mie Ayam OK, di bilangan Tugu Depok. Tempatnya asyik untuk nongkrong lama-lama, karena nuansanya yang hommy, dengan pondok-pondok kecil dibangun di tanah yang cukup luas.

Nah, alkisah dari sekedar nongkrong-nongkrong itu, muncul ide untuk sekedar mencari suasana baru di luar Jakarta. Mengenai waktunya, diusulkan untuk berangkat Minggu dan balik Senin atau Selasanya. Wah, pas banget kebetulan bakalan cuti memang di hari Senin sampai Rabunya dari kantor sebagai TDB. Langsunglah mengiyakan. Setelah pertimbangan beberapa lama, akhirnya diputuskan tujuan yang simple, Bandung. Syaratnya, “no mobil” dan “no hotel”.

Hari minggunya, selepas menjadi panitia dan peserta di nikahan teman (Choi dan Iis-red), langsunglah sekitar jam 4 bersiap-siap untuk memulai perjalanan. Maksud hati tadinya akan naik travel dari Tanjung Barat, apadaya karena miscommunication akhirnya terpaksa naik bus dan turun di Terminal Leuwipanjang. Sampai terminal Leuwipanjang, kami harus menyambung 2 kali angkot, hingga akhirnya kami bertemu dengan penghuni calon tempat transit kami malam itu, Kamil. Janjian di Masjid Daarut Tauhid, lokasi kost Kamil ternyata memang tidak terlampau jauh dari Pondok Pesantren milik Aa Gym itu.

Sampai di kost-an Kamil, agak terkejut ketika menyadari mayoritas penghuninya adalah warga negara Turki, dan negara tetangganya seperti Turkmenistan dan Tajikistan. Rupanya kost-an itu memang diperuntukkan untuk mereka yang mendapatkan beasiswa dari Turki untuk melanjutkan pendidikan di Indonesia. Wah, bangga juga berarti Indonesia masih diperhitungkan sebagai salah satu tujuan pendidikan oleh warga negara asing. Rata-rata mereka yang ada di sana sedang dan akan menjalani pendidikan di kampus UPI (Universitas Pendidikan Indonesia).

Satu lagi yang menarik dari komunitas Turki ini, ukhuwah di antara mereka tergolong luar biasa. Masih ingat adegan makan bersama di satu loyang di film AAC (Ayat-Ayat Cinta)? Nah, disini kebiasaannya juga seperti itu. Biasanya untuk sarapan dan makan malam, mereka memasak sendiri makanannya dan akan memakannya beramai-ramai di satu wadah. Ritualnya, mereka akan menggelar beberapa lembar koran sebagai alas, dan menaruh wadahnya di sana. Kami beruntung di saat malam kedatangan kami itu kami bisa merasakan aroma persaudaraan itu, dengan tentunya menu yang aduhai, daging cincang, acar yang Subhanallah lezatnya, ditambah dengan kerupuk ikan yang seolah sudah jadi menu wajib mereka.

Sehabis sesi makan malam, kami para tamu disambut lagi dengan menu tambahan, martabak yang sekali lagi dimakan beramai-ramai. Nah, di sesi ini kami semuanya sama-sama saling memperkenalkan diri. Ada Yusuf dari Turki yang adalah mahasiswa yang sudah masuk ke semester 4 di UPI jurusan matematika. Dia tergolong penghuni yang paling senior di sana. Atau ada lagi Yusuf kedua yang baru sekitar 6 bulanan di sana, yang seorang guru di SMU Pribadi. Atau beberapa orang lagi yang baru beberapa bulan di Indonesia dan kini sedang belajar bahasa Indonesia sambil menunggu ujian penempatan mereka, untuk pilihan akademis. Senang juga bisa mendengar cerita-cerita dari saudara-saudara jauh seperti mereka.

Anyway, sayang sekali karena terlalu asyik bercerita kami sampai lupa untuk berfoto bersama dengan mereka. Tadinya, kami berpikiran masih ada hari esok. Sayang sekali, keesokan harinya kami akan segera mengetahui kalau pikiran kami itu belum akan kesampaian.

----Bersambung ke Eps.2, Insya Allah !! ----

Showreel Rumah Video

Testimonial tentang Audio Visual



Abu Sangkan – Trainer “Shalat Khusyu”
“Peran media audio visual sangat efektif dalam penyampaian da’wah-da’wah saya.”

Adha Muawiyah – Line Producer “Sinemart”
“ Video Company Profile sangat efektif dan efisien untuk memperkenalkan citra perusahaan kita lebih cepat. Klien maupun investor dapat lebih jelas mengetahui apa yang dia inginkan atau tuju pada perusahaan kita.”

Wuryanano – CEO PT Swastika Prima International, Direktur Lembaga Pendidikan Profesi SWASTIKA PRIMA Community College, Founder Super Mind Power Training, Penulis Buku Best Seller
“Dengan memiliki perangkat bisnis pada media Audio Visual ini, maka akan semakin meningkatkan performa bisnis dan perusahaan kita. Produk dan jasa kita pasti semakin bagus dalam pelayanan dan kualitasnya.”

Hidayatullah – Direktur PT Selaras Inti Prima Indonesia
“Media audio visual yang sangat efektif dalam membantu kinerja marketing kami, serta menjadi added value tersendiri untuk perusahaan kami.”

Note :
Alhamdulillah, materi untuk casing CD Showreel Rumah Video sudah selesai. CD ini sendiri berisikan portofolio produk-produk yang pernah kami hasilkan, mulai dari Video dokumentasi, Video profile, CD interaktif, Website, Clip&Commercial, Video Promo.Semoga bisa menjadi salah satu wahana untuk beramal lebih bagi kami. Terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan untuk semua pihak yang dengan sukarela telah memberikan testimonialnya. Hanya Allah jualah yang bisa membalas-Nya.