24

Monday, January 18, 2010


Kembali ke masa lalu kadang mengasyikkan. Rasanya melihat kembali tulisanku tempo lalu seakan membawaku memandang dan merasa kembali masa itu. Tidak ingin, tidak bisa kembali.
Saat ini aku hanya ingin menelusuri kembali jejak langkahku tempo itu. Mencoba menemukan kembali relung-relung hati yang tertutup oleh debu, mencoba kembali untuk jernih melihat hari ini, dan merasakan kembali semangat diri untuk menatap masa depan yang masih misteri.
Berikut salah satu tulisanku, yang kebetulan bertepatan dengan Ulang tahunku ke 24 waktu itu. Semoga berkenan.

What doesn’t kill you, will make you stronger.

Ciwidey, selatan
Bandung, Senin, 19 Maret 2007 jam 12.30 WIB


Semilir angin
yang menyejukkan

Hujan rintik
mulai membasahi bumi

Rasanya sangat
nyaman

melihat
hamparan sawah yang mulai menghijau.

Ah, mama Ujang
benar-benar luar biasa.

Mujair plus
lalapan sambal tadi sungguh memanjakan lidah dan perutku.

Benar-benar
penutup yang pas untuk sebuah minggu yang berat.

Dan pikiranku
pun mulai melayang liar.

Minggu ini usiaku genap 24 tahun.
Hanya berselisih satu tahun dari angka seperempat abad. Baru saja mengobrol panjang
lebar dengan seorang teman tadi yang ternyata ialah angkatan 2006, which means
sekitar 6 tahun lebih muda dariku. Wow, u never know how fast u are
getting old, right?!!

24, dan kita tak akan pernah tau berapa usia yang sudah
terjatah buat kita. Yang pasti ialah usiaku bertambah, dan jatah hidupku di
dunia baru saja berkurang. Dan baru saja waktuku yang tersisa untuk menyiapkan
bekal di dunia yang lebih kekal kelak sudah semakin menipis.

Kontemplasiku kembali berputar.

Kata demi kata yang terekam kembali termainkan……

[Ini bukan masalah yang besar], ini hanyalah masalah yang
seharusnya tidak perlu kita pusingkan di dunia ini.

Teguran itu keras, walau detailnya tak sepenuhnya tak
terbantahkan, substansinya tak dapat ditolak dengan pembelaan apapun jua, dan tetap
tak ada yang bisa merubah pahit yang diproduksinya. Sisi positifnya ialah, kini
aku yakin bahwa aku tidak membuat pilihan yang salah sebelumnya. Dan, aku bersyukur
Allah memberiku sebuah pembelajaran seperti ini sebelum akhir dari usiaku.

Masalah yang besar, mungkin kata-kata ini yang membuatku
menyukai pelajaran macroeconomics yang saat ini sedang kujalani di kuliahku. Macroeconomics adalah mata kuliah yang tidak pernah egois. Ia tak pernah hanya memikirkan satu atau beberapa peristiwa ekonomi yang terjadi. Ia memikirkan agregasi, sebuah kumpulan dari peristiwa-peristiwa ekonomi, baik permintaan maupun penawaran, yang terjadi.
Walau demikian, makro akhirnya tidak berdaya untuk menjawab
sebuah pertanyaan, mengapa Indonesia saat ini masih belum bisa beranjak dari krisis multidimensi yang dideritanya.
Dan sang dosen pun hanya akan selalu menjawab, bila kita tidak mampu merubah
kondisi yang ada, paling tidak jangan mencoba untuk memperparah situasinya.

Ilmu makro adalah peruntukan para pembuat kebijakan pembangunan. Mereka sudah terlalu banyak dipusingkan dengan ribuan alternatif peraturan untuk bisa merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi untuk masyarakat.
Tapi peraturan akan tetap menjadi sebuah tong kosong belaka tanpa
disertai dengan keinginan dan partisipasi masyarakatnya untuk mendukung. Dengan
kata lain, ada pembagian tugas yang jelas bahwa pemerintah memikirkan kebijakan
yang pas untuk pembangunan, sementara masyarakat seharusnya mau ikut serta memusingkan masalah partisipasi dalam pembangunan di level mikro.

Dan terkait dengan partipasi masyarakat itu, sebuah
kehormatan dalam hari ulang tahunku kemarin, aku diperkenankan untuk bisa
menghadiri sebuah acara komunitas yang luar biasa, sebuah komunitas yang
mempunyai cita-cita untuk bisa memberi kontribusi yang konkrit untuk kemajuan
bangsa. Komunitas yang menyebut dirinya Tangan Di Atas, yang mencerminkan
sebuah keinginan untuk bisa sebanyak-banyaknya memberi, dan bukan meminta,
kepada orang lain. Sekumpulan pengusaha brilian yang pada Kamis kemarin
mendeklarasikan untuk menyumbangkan 20% pendapatan rutinnya untuk kalangan yang
tak berpunya.

Akhirnya kembali aku harus malu. Apa yang bisa aku sumbangkan sejauh ini untuk bangsaku? Untuk orang-orang di sekitarku? Bahkan terkadang aku tidak yakin bahwa aku tidak malah memperunyam masalah-masalah yang ada, dan bukan menjadi bagian dari
solusi.

Yap, pikiranku masih tetap melanglang buana. Sementara mataku sayup-sayup perlahan mulai menutup..

Minggu ini
rasanya berat sekali. Dari Senin kembali ke Senin, setiap hari berangkat pagi
dan selalu pulang ke rumah selepas pukul 10 malam. Hari kerja seminggu kemarin
dihabiskan dengan training dan kuliah, diselingi satu malam menghadiri undangan
TDA. Sabtu adalah hari berisikan sebuah rekor baru, 4 temanku serentak menikah.
Sayang, akhirnya hanya 3 yang bisa dikunjungi (sory for this, Id). Tapi yang
paling membahagiakan tetaplah di hari ini aku bisa berkontribusi untuk 2
sahabat terdekatku dan pasangannya. Pasangan muda yang pertama mendapat
kehormatan untuk disopiri dari Cipulir ke Kuningan, sementara sahabatku yang
kedua memintaku untuk menemaninya berkunjung ke rumah sang calon untuk
persiapan teknis hari-H. Hari minggu diawali dengan sempurna dengan mengikuti
dauroh murobbi (semacam training for trainer-red), dan diakhiri dengan
keblenger karena berdiskusi dengan seorang teman yang dengan haqqul yakin
berkata bahwa ia mendapatkan tanda-tanda untuk mencalonkan diri sebagai
presiden Indonesia di tahun 2009 atau 2014.

Dan berbicara
tentang minggu ini tidak akan lengkap tanpa menyinggung sosok bernama JK, warga
negara Swedia. Trainer GSM BSC Operation keturunan Pakistan ini tipikal muslim
Eropa yang mempunyai kesadaran tinggi akan politik akan tetapi kurang dalam
ibadah ritual. Ia mengecam diskriminasi yang dilakukan terhadap muslim pasca
9/11 dan menyitir teori konspirasi yang dilakukan CIA dalam kejadian itu. Ia
sosok yang menyenangkan dan bisa dikatakan trainer terbaik yang pernah
mengajarku sampai saat ini. Akhirnya ketika kami berhasil mengajaknya untuk
Shalat Jumat bersama, yang sudah lama tidak dilakukannya, ia dengan riang
berkata, bahwa kami akhirnya bisa membuat dia menjadi muslim. Akhirnya hanya
Allah-lah yang bisa membolak-balikkan hati seseorang.

Hmmm…memang
sangat nyaman berada di sini. Walaupun sudah tak lagi seperti dulu, Ciwidey
tetap menyisakan sebuah kesejukan yang bak oase di tengah kesumpekan hidup di
kota besar.

Minggu ini
akhirnya aku terbuka dengan bosku soal kuliahku. Ah, sebetulnya bukannya aku
ingin menyimpan rahasia akan ini, akan tetapi tempo hari semuanya masih belum
ada yang pasti. Secara jujur aku memang harus katakan bahwa selain pertimbangan
rasional, ada juga pertimbangan emosional yang mendasari keputusanku ini. Di
antaranya ialah tempo hari aku merasa sangat jenuh dan menginginkan sebuah
variasi baru. Yang terjadi kemudian adalah pasca aku fix lulus dari ujian
penerimaan di Prasmul, pekerjaanku yang lama di-outsource, so mau tidak
mau sekarang menunggu penempatan yang baru, yang bukan tidak mungkin di luar
Jakarta. Akhirnya memang belum ada yang pasti, bahkan kemungkinan yang terburuk
ialah aku harus mempostpone kuliahku ini.

Soal ini, beberapa
temanku sudah memperingatkanku sebelumnya. Sebagian menyarankanku untuk
menundanya, sebagian menyarankan untuk mencari beasiswa ke luar, dan sebagian
malah menyarankan untuk mengambil titel M.Si yang lebih ke arah kebijakan
publik [hhh...truly for this I have to say that I just want to be a humble
citizen, not a policy maker, but thats doesn’t mean I will become apatist]. Terkait
ini, pernah dengan bercanda, aku malah berkata ke temanku, jangan hanya pasrahkan
nasib kita ke tangan anak-anak ekonomi (or sosial-red), hehe. Anyway, apapun
itu aku sudah mengambil keputusan sebelumnya dan saat ini aku masih menunggu konsekuensi
dari keputusan ini.

Ciwidey,
sebetulnya tadinya aku enggan ketika temanku meminta bantuan untuk mengantarnya
ke daerah ini. Apalagi, ketika ternyata di hari-H temanku ini mendadak tidak
bisa ikut dan akhirnya meninggalkanku dengan 4 rekannya yang baru kukenal di
hari itu….

Sepertinya bulan
Maret menjadi penanda dari fase kehidupanku. Maret 2005, aku diterima di
Siemens tepat di hari ulang tahunku. Terjadilah peralihan dari fase akademis idealis
ke arah rasional pragmatis. Fase berikutnya Maret 2006 dan seterusnya, saat aku
ada di Ericsson, aku sebut sebagai fase emosional humanis. Karena di fase
inilah aku mendapat kesempatan untuk mencoba banyak pilihan di dalam
kehidupanku, salah satunya ialah nge-blog ini. Saat ini sudah bulan Maret 2007.
Aku belum tahu fase seperti apa yang ada di depan mataku. Akan tetapi, yang
pasti, setiap Maret sejauh ini selalu ada pergantian project yang harus aku
tangani. Hopefully, fase ke depan akan menjadi fase pematangan untuk
karakterku. Of course, if I still have enough time to do that.

Anyway, sejak saat itu, there won’t be just “No Pain No
Gain”, but it will also about “Just Let It Go”..coz as u already know, Life is
Beautiful,huh.

Ciwidey, aku tidak tahu kapan lagi akan mendapat
kesempatan untuk banyak merenung seperti ini.

Hari ketika aku meng-upload blog ini, berarti tepat 1 bulan
semenjak aku mengakses friendsterku yang terakhir. Mungkin mulai saat-saat ini tidak akan bisa lagi
seintens dulu. Blog ini pun mungkin akan semakin jarang untuk diakses
lagi. Aku merencanakan untuk membuat perubahan, tapi semuanya masih berputar di
otakku, dan belum ada cukup waktu untuk merealisasikan. Yang pasti aku senang
sejauh ini bisa memiliki kesempatan untuk menuangkan aktualisasi diriku di
media ini.

Ciwidey,
ajakan untuk shalat itu akhirnya membangunkanku kembali ke dunia nyata. Ternyata
pilihanku untuk ke Ciwidey tidaklah salah. Ia sangatlah indah, pantas untuk
dijadikan tempat melarikan diri sejenak dari kepenatan sebuah kota besar. Dan
teman-teman baruku ini, 1 orang sebaya, 1 orang berjarak 20 tahun lebih tua
dariku, dan 2 lainnya lebih muda 4-6 tahun dariku, ternyata adalah sosok yang
menyenangkan. Dan masih ada Kawah Putih, Air panas Cimanggu, kebon teh
Ciwalini, dan Situ Patenggan untuk dikunjungi setelah ini.

—-Teruntuk
semua yang menginspirasikan tulisan ini, terima kasihku untukmu dan aku
bersyukur Allah memberikan kalian untuk mengisi hidupku, semoga Allah
memberikan kepada kalian yang terbaik. ———

1 comments:

Anonymous said...

Subhanallah..pengalaman hidup yang luar biasa ya :), keep fighting!

Showreel Rumah Video

Testimonial tentang Audio Visual



Abu Sangkan – Trainer “Shalat Khusyu”
“Peran media audio visual sangat efektif dalam penyampaian da’wah-da’wah saya.”

Adha Muawiyah – Line Producer “Sinemart”
“ Video Company Profile sangat efektif dan efisien untuk memperkenalkan citra perusahaan kita lebih cepat. Klien maupun investor dapat lebih jelas mengetahui apa yang dia inginkan atau tuju pada perusahaan kita.”

Wuryanano – CEO PT Swastika Prima International, Direktur Lembaga Pendidikan Profesi SWASTIKA PRIMA Community College, Founder Super Mind Power Training, Penulis Buku Best Seller
“Dengan memiliki perangkat bisnis pada media Audio Visual ini, maka akan semakin meningkatkan performa bisnis dan perusahaan kita. Produk dan jasa kita pasti semakin bagus dalam pelayanan dan kualitasnya.”

Hidayatullah – Direktur PT Selaras Inti Prima Indonesia
“Media audio visual yang sangat efektif dalam membantu kinerja marketing kami, serta menjadi added value tersendiri untuk perusahaan kami.”

Note :
Alhamdulillah, materi untuk casing CD Showreel Rumah Video sudah selesai. CD ini sendiri berisikan portofolio produk-produk yang pernah kami hasilkan, mulai dari Video dokumentasi, Video profile, CD interaktif, Website, Clip&Commercial, Video Promo.Semoga bisa menjadi salah satu wahana untuk beramal lebih bagi kami. Terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan untuk semua pihak yang dengan sukarela telah memberikan testimonialnya. Hanya Allah jualah yang bisa membalas-Nya.